Jakarta, batamtv.com, – Direktur Eksekutif Akar Foundation Erwin Basrin mengatakan, perubahan iklim dan kasus stunting saling berkaitan.
Hal tersebut disampaikan Erwin saat menghadiri Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan Percepatan Penurunan Stunting bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Provinsi Bengkulu pada Rabu (8/5/2024).
Erwin mengatakan, berdasarkan riset Asian Development Bank (ADB), perubahan iklim mengakibatkan produksi pangan turun hingga 44 persen.
Dan dari prediksi tersebut, diperkirakan pada 2045 ada 19 juta orang Indonesia mengalami kelaparan akibat penurunan sumber pangan. Penurunan sumber pangan mengancam peningkatan kasus stunting karena kurangnya asupan makanan dan gizi. Selain itu, menurut temuan Akar Foundation, pada 2018 masyarakat yang mendapatkan lahan di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang, Bengkulu, mengalami situasi kelaparan tersembunyi yang memunculkan kasus stunting.
“Jadi, yang ditanam petani bukan tanaman pangan, tetapi komoditas untuk pasar. Di bagian timur Bengkulu misalnya, mereka menanam kopi. Lalu, di utara Bengkulu, mereka tanam sawit. Aktivitas yang tadinya harusnya memproduksi pangan, tidak terjadi. Ini disebut dengan fenomena hidden hunger (kelaparan tersembunyi),” kata Erwin sebagaimana dilansir Antara.
Sebagai solusi, Akar Foundation menawarkan model-model penyediaan pangan lokal yang nantinya dibagikan bagi para keluarga berisiko stunting. “Nah, yang coba kita bikin model kecil, baik di Kepahiang dan Rejang Lebong untuk membikin demplot pangan,” ucap Erwin. Hasil dari demplot pangan tersebut dapat dibagikan kepada keluarga-keluarga yang berpotensi stunting.
Program dan model tersebut bisa direplikasi di tempat lain sebagai salah satu cara menekan angka stunting yang lebih besar. Dengan begitu, kata dia, prediksi ADB bahwa Indonesia akan kelaparan pada 2045 bisa ditepis.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, orang yang stunting berpotensi memiliki penghasilan 22 persen lebih rendah dari orang normal.
“Oleh karena itu, bagaimana bisa menanggung orang tuanya kalau anaknya saja stunting. Ini jadi masalah,” tutur Hasto. Menurutnya, kasus stunting dapat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan pendapatan per kapita daerah, utamanya dalam menghadapi bonus demografi di Indonesia. Sehingga,, berbagai pihak perlu lebih banyak berkolaborasi membuat program penurunan stunting.
Editor : Sofyan Atsauri
Sumber : Kompas.com