Program BP Jamsostek Digulirkan, Pekerja Nelayan Makin Giat Mencari Ikan

0
Program BP Jamsostek sangat bermanfaat bagi pekerja di semua sektor. Dengan digulirkannya Program BPJS Nelayan, warga Kepri sangat terbantu. Karena sebagian besar warga di Propinsi Kepri menggantungkan hidupnya dari laut. Kehadiran Progam BPJS Nelayan membuat hidup pekerja nelayan lebih tenang dan nyaman serta menstimulasi pekerja nelayan lebih giat lagi dalam mencari ikan. Tampak nelayan tengah melaut di perairan Bintan (29/11). (foto : oktarian-batamtv.com)

“Segantang lada namanya Kepulauan Riau, Segantang lada namanya Kepulauan Riau….

Banyak Nelayan menangkap ikan, Banyak Nelayan menangkap ikan…”

Begitu bait salah satu lagu daerah yang populer di Kepulauan Riau (Kepri). Kondisi geografis Kepri yang terdiri dari banyak pulau, digambarkan seperti Segantang Lada yang kecil-kecil namun banyak.

Dilansir dari Dirjen Kebudayaan RI, Kepri dahulunya juga berjaya sebagai penghasil lada terbesar Nusantara pada abad ke 19.

Kepri merupakan salah satu provinsi Kepulauan di Indonesia dengan luas wilayah 251.810 KM, mayoritasnya laut 96 persen.

Kepri merupakan provinsi Kepulauan di Indonesia dengan luas wilayah 251.810 KM, dimana 96 persen merupakan perairan atau laut. Tidak salah di provinsi ini dominan masyarakatnya mengandalkan mata pencaharian di sektor kelautan. Tampak sejumlah perahu nelayan tengah parkir diperairan Kabupaten Bintan beberapa waktu lalu.

Tak salah di provinsi ini dominan masyarakatnya mengandalkan mata pencaharian di sektor nelayan.

Pulau Pangkil, sebuah pulau yang terpisah sekitar 20 menit perjalanan laut dari pulau Bintan (Ibukota Kepri) Secara administratif pulau ini masuk masuk dalam Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri.

Masyarakat di disini sudah turun temurun hidup dengan mata pencaharian nelayan. Hingga kini Pangkil dikenal sentra produksi jenis ikan tamban dan bilis kering (ikan teri) kering yang diminati tak hanya warga lokal bahkan wisatawan.

Suatu pagi (29/11) disaat suara azan bersahut sahutan, pertanda memasuki waktu subuh. Sahrazat (pria 30 tahun) sudah bersiap-siap turun kelaut mencari rezeki di hari itu. Pria dengan panggilan Ibat ini salah satu warga nelayan Desa Pangkil Kabupaten Bintan.

Ibat turun seorang diri dengan sampan kayu miliknya, sesuai musim angin hari itu adalah angin barat.

“ini lagi musim ikan tamban bang,” kata Ibat. Berbekal alat tangkap ikan seperti jaring, Ibat mengaku penghasilan sebagai nelayan hasinya tak menentu, kalau lagi banyak nilainya bisa Rp 100.000,- sampai Rp 150.000,- perhari, namun jika belum beruntung pendapatan habis untuk modal beli BBM mesin ketintingnya.

Pekerjaan nelayan seperti yang dilakoni Ibat ini penuh resiko, dan sangat bergantung dengan kondisi alam yang sepanjang tahun kondisi arah angin dapat berubah ubah.

Yang paling dikhawatirkan Ibat dan sebagaimana rekan nelayannya yang lain adalah angin barat, sebab angin barat ini bisa datang tiba tiba dan anginnya ribut.

Berbeda dengan cerita Ibat, ada lagi nelayan lainnya seperti warga kampung pulau ladi Kecamatan Tembeling, Bintan bernama Bashar (pria 28 Tahun).

Bashar yang masih berstatus bujangan ini juga bekerja nelayan bermodalkan perahu fiber 1/2 GT warisan ayahnya yang sudah almarhum.

Bashar setiap harinya rutin mencari ikan diwaktu petang hingga tengah malam dengan menyusuri sungai yang dipenuhi bakau hingga bermuara ke laut.

Namun, salah satu yang di khawatirkan sebagian besar nelayan kampung ladi ini adalah Buaya Muara, hewan predator ini kerap mengintai dan membahayakan keselamatan manusia.

“Meski ada rasa khawatir namun kami tetap melaut, yang penting kami tidak menggangu mereka (red: buaya),” ungkap Bashar.

Dengan menggunakan jenis alat tangkap seperti jaring, tangguk dan bubu, sebagian besar pekerja nelayan pulau ladi ini menjual hasil tangkapan mereka ke pengumpul.

Setelah dilakukan pemilahan dari pengumpul kemudian dipasarkan ke restoran-restoran seafood ataupun ke pasar tradisional.

Nelayan yang masuk kategori sektor pekerja informal dan rentan ini tentu sangat beresiko, mereka selain dihadapkan pada minimnya penghasilan, kesulitan mendapakan BBM hingga sarana alat tangkap serta daya jelajah yang terbatas.

Ada persoalan lain yang tak kalah penting bahkan setiap waktu mengintai jiwa setiap Nelayan di Kepri. Yakni resiko keselamatan jiwa dalam bekerja, yang kerap kali mengalami kecelakaan kerja hingga hilang dilaut yang berujung kematian terhadap nelayan tradisional itu sendiri.

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Tanjungpinang mengungkapkan hingga semester I tahun 2022 telah terjadi sebanyak 27 musibah yang didominasi kecelakaan kapal.

Tahun ini bahkan cukup meningkat dibanding 2021 yang hanya 15 kasus kejadian.

Dilansir dari tribun Batam.id Kasi Operasi dan Kesiapsiagaan Basarnas Tanjungpinang, Ahmad Effendy Purba merincikan dari musibah itu tercatat sebanyak 74 orang merupakan korban kecelakaan kapal, meninggal dunia 14 orang dan hilang 14 orang.

Tingginya resiko pekerjaan yang dialami nelayan, membuat Badan Perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BPJamsostek memasukkan Nelayan dalam Kelompok Pekerja rentan beresiko, namun dibarengi ketidakmampuan membayar iuran.

Peserta BPJamsostek pada kelompok ini bersama nelayan juga ada jenis pekerja sektor informal lainnya bersama petani, tukang ojek, supir angkot, buruh bongkar muat, pedagang kaki lima dan sebagainya.

Berdasarkan data terakhir yang diperoleh dari Kantor Cabang BP Jamsostek Tanjungpinang, telah menyalurkan Klaim santunan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ke nelayan sebanyak
3 kasus dengan, 2 kasus JKK 1 JKK disertai meninggal dengan total dana yang salurkan sebanyak Rp 78.263.340. Sedangkan untuk Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKM) ada 13 kasus yang dilaporkan dengan total manfaat Rp 546.000.000.

Peduli akan marabahaya dan resiko tinggi yang mengancam keselamatan pekerja nelayan, Gubernur Provinsi Kepri bersama kepala daerah dari 7 Kabupaten / Kota se-Kepri telah sepakat dan komitmen untuk memberikan perlindungan asuransi nelayan dengan sistem sharing atau anggaran campuran.

Ansar Ahmad mengatakan usulan asuransi nelayan kabupaten dan kota se-Provinsi Kepri, untuk tahun 2023 terdapat 34.418 orang nelayan yang menerima perlindungan program BPJS Ketenagakerjaan.

“Pemerintah kabupaten dan kota juga sangat mendukung program keikutsertaan nelayan untuk BPJS Ketenagakerjaan ini, karena memang sangat penting untuk kita melindungi nelayan,” jelas Ansar.

Sebelumnya Kepala Cabang BP Jamsostek Tanjungpinang, Sri Sudarmadi saat ditemui usai penandatangan perjanjian kerjasama dengan Pusat Layanan Kecelakaan Kerja (PLKK) pada Kamis (24/11) di Tanjungpinang, mengungkapkan pihaknya telah menerima laporan untuk nelayan kategori 5 GT kebawah yakni sebanyak 38 ribu. Sementara itu menurut asal daerahnya, Kabupaten Lingga adalah yang paling datanya yakni sebanyak 13 ribu nelayan.

Namun menurutnya, data itu akan melalui proses validasi di OPD terkait.

Sri mengatakan, pihaknya membutuhkan sekali dukungan Pemda karena ini fasilitas negara untuk rakyat yang membutuhkan dan ini juga bantu program pemerintah daerah upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Visi program ini untuk menghindarkan kemiskinan baru, jikalau terjadi resiko putusnya kerja, purna tugas atau meninggal dunia, berikutnya juga jaring pengaman sosial, sektor non formal umumnya pekerja ini jadi tulang punggung keluarga kalau terjadi sesuatu resiko jatuh miskin bisa terjadi,” jelas Sri Sudarmadi.

Dalam kerjasama ini nelayan nantinya akan disertakan dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) BPJS Ketenagakerjaan. Sri juga menambahkan, nelayan yang menjadi peserta program jaminan itu akan mendapat bantuan biaya perawatan tanpa batas sesuai indikasi medis hingga sembuh apabila mengalami kecelakaan kerja.

Sementara jika peserta program jaminan meninggal dunia karena kecelakaan kerja maka ahli warisnya berhak mendapatkan santunan JKK.

Adanya kepedulian pemerintah yang mengalokasikan anggaran melalui perlindungan Program BP Jamsostek bagi nelayan kecil ini disambut baik oleh Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah) Tanjungpinang Dr. Ersti Yulika Sari.

Menurut Ersti mayoritas nelayan tradisional Kepri bekerja hanya demi memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, dengan menggunakan perahu kayu tanpa motor, bahkan menurutnya jarang yang menjual hasilnya ke pasar sebagian masih sistem barter atau tukar barang.

Kemudian di kelompok nelayan kecil ini menurutnya, keahlian itu diperoleh secara turun temurun dari generasi ke generasi.

“Nelayan tradisional jikapun sudah kenal alat bantu penangkapan, berupa alat radar biasanya itupun jarang, yg membantu adalah anggota keluarga seperti anaknya dengan daya jelajah paling jauh 4 mil,” rinci Ersti akademisi Umrah ini.

Ersti menilai sektor nelayan tangkap termasuk dalam kelompok pekerja informal yang paling beresiko sangat tinggi, selain itu menurutnya harus dipikirkan juga, alat tangkap yang digunakan nelayan tradisional sangat mudah rusak. Merujuk pada Undang-Undang nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan nelayan, demi keberlanjutan usaha nelayan jika mau merubah kehidupan bukan hanya perlindungan nelayan tapi generasi keduanya, anak-anak nelayan juga perlu dibekali keahlian dan pendidikan khusus.

“Yang dikhawatirkan dalam 10 tahun 15 tahun yang akan datang siapa yg akan jadi nelayan, sementara sumber daya kita luar biasa. Maka di generasi kedua inilah kalau kita mau memperbaiki kehidupannya. Laut sebagai penggerak perekonomian di Kepri, kita bisa jadi “showroom” perikanan di tanah air. tegas Estri.

Sementara itu berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri, menurut sumber data satu data KKP 2021 total ada 143.354 nelayan di Provinsi.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Kepri Mufril Akhyar menjelaskan, kebijakan perlindungan nelayan kecil mengacu pada Undang-Undang No 7 tahun 2016 tentang nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.

“Khusus di Kepri untuk nelayan kecil di tahun 2023 mendatang akan di berikan asuransi, tanpa terkecuali. Ada juga bantuan alat tangkap, armada dan alat bantu penangkapan ikan,” tutup Mufril.

editor : pariadi

reporter: oktarian