Jakarta,batamtv.com, – Pengusaha Soetikno Soedarjo mengakui pernah memberikan fee ke mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Pengakuan itu disampaikan Soetikno saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus tersebut.
“Ada yang fee yang diberikan terkait pengadaan Bombardier dan ATR ke Pak (Emirsyah)?” tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamus (13/6/2024).
“Waktu itu karena digabung ya Pak, semuanya digabung, di account kami pak di account perusahaan kami itu. Jadi memang mungkin sebagian ada juga dari situ mungkin, Pak,” jawab Soetikno.
Soetikno mengaku tak memberi tahu ke Emirsyah soal pengiriman fee tersebut. Dia mengaku tak berbicara detail terkait fee itu ke Emirsyah.
“Diinformasikan nggak ke Pak Emir?” tanya jaksa.
“Oh nggak, saya nggak informasikan,” jawab Soetikno.
Jaksa lalu bertanya berapa fee yang diberikan Soetikno ke Emirsyah. Soetikno mengaku mengirimkan uang 1,2 juta euro ke Emirsyah.
“Waktu itu yang saya transfer ke Pak Emir kalau nggak salah 1,2 juta euro, Pak,” jawab Soetikno.
Soetikno mengatakan uang itu dikirimkan ke bank di Singapura. Dia mengatakan detail uang yang diberikan ke Emirsyah terkait pengadaan pesawat di Garuda ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP) miliknya.
“Di luar itu?” tanya jaksa.
“Di luar itu ada yang ke account lain, saya juga lupa, Pak, jumlahnya, tapi di BAP saya ada,” jawab Soetikno.
Dakwaan Emirsyah Satar
Sebelumnya, Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia akibat perbuatan Emirsyah sebesar 609 juta dolar Amerika Serikat.
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo atau memperkaya korporasi yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).
Total kerugian negara senilai 609 juta dolar jika dirupiahkan senilai Rp 9,37 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Jaksa menyebut Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia ke Soetikno Soedarjo. Padahal, menurut jaksa, rencana pengadaan itu merupakan rahasia perusahaan.
Emirsyah yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia lalu mengubah rencana kebutuhan pesawat sub 100 seater dari kapasitas 70 seats menjadi 90 seats. Kapasitas 90 seats itu diubah tanpa lebih dulu ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP).
Jaksa mengatakan Emirsyah memerintahkan anak buahnya membuat kajian kelayakan (Feasibility Study) pesawat sub 100 seater jet kapasitas 90 seats. Jaksa mengatakan pengadaan pesawat itu juga tak dilengkapi dengan Laporan Hasil Analisa Pasar dan Laporan Hasil Analisa Kebutuhan Pesawat.
Emirsyah Satar juga memerintahkan tim pengadaan mengubah kriteria pemilihan dalam pengadaan pesawat tersebut untuk memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia. Emirsyah meminta pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) diubah menjadi pendekatan economic sub kriteria NVP (Net Value Present) dan Route Result from.
Jaksa mengatakan Emirsyah meminta pihak Bombardier membuat analisa kelebihan pesawat CRJ-1000 dibanding Embraer E-190. Hal itu dilakukan sebagai dasar memenangkan pesawat Bombardier dalam pemilihan armada di PT Garuda Indonesia.Jaksa mengatakan Emirsyah melakukan persekongkolan untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat. Padahal, jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia.
Penanggugjawab : Oktarian
Editor : Sofyan Atsauri
Sumber : Detik.com